Rabu, 06 Januari 2016

Cerita Film #Dil Se



Mani Ratnam dianggap membawa napas segar bagi perfilman India dengan keberhasilannya menyuntikkan isu-isu sosial-politik ke dalam film-filmnya. Di tengah produk Bollywood yang kebanyakan menawarkan impian mengawang-awang, ia membesut kisah-kisah yang membumi dan berani mengangkat isu-isu sensitif di negeri yang -- seperti negeri kita -- bergulat dengan persoalan SARA dan disintegrasi itu. Berangkat dari sini, aku menonton Dil Se dengan harapan lumayan tinggi.



Film ini mengangkat isu kontroversial -- terorisme dan bangkitnya gerakan separatis -- namun yang segera terasa berbeda adalah musik dan sinematografinya. Lagu-lagu garapan pemusik Tamil A.R. Rahman terdengar lain. Bagi telinga awamku, beat-nya lebih condong ke slow rock ketimbang dangdut, khususnya pada tembang "Dil Se". Hampir semua lagu didendangkan secara solo, menggambarkan cinta bertepuk sebelah tangan yang dialami tokoh-tokohnya. Kekurangannya, lagu-lagu itu, kecuali lagu yang dilantunkan via radio, lebih menyerupai sisipan, bukannya menyembur sebagai bagian terpadu dari suatu adegan.

Gambar-gambar olahan Santosh Sivan adalah unsur utama yang membetahkan dalam menyimak film ini. Kalau The Lord of the Rings membawa kita pelesir ke Middle Earth (atau Selandia Baru?), Dil Se mengajak kita piknik menengok berbagai sudut India. Mulai dari lagu "Chaiyya Chaiyya" yang digelar di atas kereta api dengan koreografi yang rancak dan sudut pengambilan gambar yang segar, padang gurun Ladakh yang gersang mencekam, wilayah perairan Kerala nan cantik, hingga berbagai sudut kota New Delhi, tersaji memikat dalam format widescreen.

Ceritanya? Inilah bagian yang ternyata tidak seindah yang diharapkan.

Dil Se berkisah tentang Amarkanth Varma (Shahrukh Khan), produser Radio All-India. Saat melakukan reportase dalam rangka 50 tahun kemerdekaan negeri itu, ia beberapa kali bertemu dengan seorang perempuan misterius. Sejak pertemuan pertama, Amar sudah langsung terobsesi dan berniat mengejarnya, namun perempuan yang mengaku bernama Meghna (Manisha Koirala) itu, meskipun tampak tertarik pula, akhirnya menolak dan kemudian meninggalkannya. Patah hati, Amar pun menerima jodoh yang disodorkan keluarganya, Preeti Nair (Preity Zinta). Namun, pada hari pertunangan mereka mendadak Meghna muncul kembali, dengan membawa sebuah rencana rahasia sehubungan dengan aktivitasnya sebagai teroris.

Bahwa Meghna adalah anggota kelompok teroris, penonton sudah bisa mengetahuinya menjelang pertengahan kisah, setelah Meghna meninggalkan Amar di Ladakh, namun Amar sendiri baru mengetahuinya saat kisah bergulir ke babak terakhir. Karenanya, alasan Amar menerima Meghna menumpang di rumahnya malah terkesan gampangan dan dipaksakan. Ketika ibunya mempertanyakan keputusannya itu, dengan enaknya ia menjawab, "Aku sudah mematuhi ibu dengan menerima dijodohkan oleh keluarga. Sekarang biarkan ia menumpang di rumah ini -- ia cuma temanku."

Jika Amar sudah mengerti latar belakang Meghna, alasannya akan lebih jelas. Ia mungkin bersimpati terhadap perjuangan perempuan ini -- atau sebaliknya, antipati dan berusaha menghentikan aktivitasnya. Sejauh itu ia hanya terobsesi oleh kecantikan dan kemisteriusan Meghna yang memantik rasa penasarannya. Kalau kemudian ia tetap mencoba-coba bermain api, hal itu terdengar seperti formula usang kisah cinta segitiga.

Memasuki babak ketiga inilah, skenario yang juga digarap Ratnam terkesan gamang. Ia diperhadapkan pada dilema: mengeskplorasi cinta segitiga itu atau memusatkan perhatian pada aktivitas para teroris. Ratnam memilih yang terakhir. Konsekuensinya, kehadiran Preeti terasa mubazir, sedangkan para teroris itu pun sekadar terpotret aktivitasnya, namun kurang tersingkap aspek psikologis dan ideologis perjuangan mereka. Meskipun sempat menunjukkan peristiwa traumatis yang menyeret Meghna ke dalam terorisme, konflik psikologis yang lebih menonjol adalah keterbelahan Meghna: entah akan menerima cinta Amar entah akan memanfaatkan pria itu demi perjuangan mereka. Serba tanggung, sebuah kekurangan yang mestinya tidak terjadi dalam film berdurasi 163 menit.

Skenario akan lebih kokoh kalau terfokus pada salah satu isu saja. Di situ ada bahan untuk kisah cinta segitiga yang segar, misalnya. Siapakah yang akan dipilih Amar? Meghna yang misterius -- tentu saja tanpa perlu mengaitkan kemisteriusannya dengan terorisme? Atau, Preeti yang supel dan terbuka, serta menggunakan masa perkenalan mereka untuk melontarkan diskusi cerdas tentang cinta, seks dan pernikahan, sembari bersikap demokratis agar mereka berdua tak terjebak oleh perjodohan itu? (Perlu dicatat, Manisha Koirala dan Preity Zinta membawakan peran mereka dengan bagus.)

Bisa juga berfokus pada pada Amar, pria bernasib sial yang dimanfaatkan oleh sekelompok teroris -- bisa dengan bumbu percintaan, namun tentu saja tak perlu cinta segitiga -- dan kubayangkan akan muncul film semencekam North by Northwest-nya Hitchcock. Atau, berfokus pada metamorforsis Meghna dari seorang gadis 12 tahun korban pemerkosaan menjadi teroris berbahaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar